
Perang Dunia I
Perang Dunia I (PDI) adalah sebuah perang global terpusat di Eropa yang dimulai pada tanggal 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918. Perang ini sering disebut Perang Dunia atau Perang Besar sejak terjadi sampai dimulainya Perang Dunia II pada tahun 1939, dan Perang Dunia Pertama atau Perang Dunia I setelah itu. Perang ini melibatkan semua kekuatan besar dunia, yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu Sekutu (berdasarkan Entente Tiga yang terdiri dari Britania Raya, Perancis, dan Rusia) dan Blok Sentral (terpusat pada Aliansi Tiga yang terdiri dari Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia; namun saat Austria-Hongaria melakukan serangan sementara persekutuan ini bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang). Kedua aliansi ini melakukan reorganisasi (Italia berada di pihak Sekutu) dan memperluas diri saat banyak negara ikut serta dalam perang. Lebih dari 70 juta tentara militer, termasuk 60 juta orang Eropa, dimobilisasi dalam salah satu perang terbesar dalam sejarah. Lebih dari 9 juta prajurit gugur, terutama akibat kemajuan teknologi yang meningkatkan tingkat mematikannya suatu senjata tanpa mempertimbangkan perbaikan perlindungan atau mobilitas. Perang Dunia I adalah konflik paling mematikan keenam dalam sejarah dunia, sehingga membuka jalan untuk berbagai perubahan politik seperti revolusi di beberapa negara yang terlibat.
Penyebab jangka panjang perang ini mencakup kebijakan luar negeri imperialis kekuatan besar Eropa, termasuk Kekaisaran Jerman, Kekaisaran Austria-Hongaria, Kesultanan Utsmaniyah, Kekaisaran Rusia, Imperium Britania, Republik Perancis, dan Italia. Pembunuhan tanggal 28 Juni 1914 terhadap Adipati Agung Franz Ferdinand dari Austria, pewaris tahta Austria-Hongaria, oleh seorang nasionalis Yugoslavia di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina adalah pencetus perang ini. Pembunuhan tersebut berujung pada ultimatum Habsburg terhadap Kerajaan Serbia. Sejumlah aliansi yang dibentuk selama beberapa dasawarsa sebelumnya terguncang, sehingga dalam hitungan minggu semua kekuatan besar terlibat dalam perang; melalui koloni mereka, konflik ini segera menyebar ke seluruh dunia.

Searah jarum jam dari atas: Parit di Front Barat; tank Mark IV Britania Raya melintasi parit; kapal perang Angkatan Laut Kerajaan HMS Irresistible tenggelam setelah menabrak ranjau pada Pertempuran Dardanelles; awak senjata mesin Vickers mengenakan masker gas, dan pesawat dua sayap Albatros D.III Jerman
Pada tanggal 28 Juli, konflik ini dibuka dengan invasi ke Serbia oleh Austria-Hongaria, diikuti invasi Jerman ke Belgia, Luksemburg, dan Perancis; dan serangan Rusia ke Jerman. Setelah pawai Jerman di Paris tersendat, Front Barat melakukan pertempuran atrisi statis dengan jalur parit yang mengubah sedikit suasana sampai tahun 1917. Di Timur, angkatan darat Rusia berhasil mengalahkan pasukan Kesultanan Utsmaniyah, namun dipaksa mundur dari Prusia Timur dan Polandia oleh angkatan darat Jerman. Front lainnya dibuka setelah Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam perang tahun 1914, Italia dan Bulgaria tahun 1915, dan Rumania tahun 1916. Kekaisaran Rusia runtuh bulan Maret 1917, dan Rusia menarik diri dari perang setelah Revolusi Oktober pada akhir tahun itu. Setelah serangan Jerman di sepanjang front barat tahun 1918, Sekutu memaksa pasukan Jerman mundur dalam serangkaian serangan yang sukses dan pasukan Amerika Serikat mulai memasuki parit. Jerman, yang bermasalah dengan revolusi pada saat itu, setuju melakukan gencatan senjata pada tanggal 11 November 1918 yang kelak dikenal sebagai Hari Gencatan Senjata. Perang ini berakhir dengan kemenangan di pihak Sekutu.
Peristiwa di front Britania sama rusuhnya seperti front depan, karena para pihak terlibat berusaha memobilisasi tenaga manusia dan sumber daya ekonomi mereka untuk melakukan perang total. Pada akhir perang, empat kekuatan imperial besar—Kekaisaran Jerman, Rusia, Austria-Hongaria, dan Utsmaniyah—bubar. Negara pengganti dua kekaisaran yang disebutkan pertama tadi kehilangan banyak sekali wilayah, sementara dua terakhir bubar sepenuhnya. Eropa Tengah terpecah menjadi beberapa negara kecil.Liga Bangsa-Bangsa dibentuk dengan harapan mencegah konflik seperti ini selanjutnya. Nasionalisme Eropa yang muncul akibat perang dan pembubaran kekaisaran, dampak kekalahan Jerman dan masalah dengan Traktat Versailles diyakini menjadi faktor penyebab pecahnya Perang Dunia II.
Perang Dunia II
Perang Dunia II, atau Perang Dunia Kedua (biasa disingkat menjadi PDII atau PD2), adalah sebuah perang global yang berlangsung mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini melibatkan banyak sekali negara di dunia —termasuk semua kekuatan besar—yang pada akhirnya membentuk dua aliansi militer yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang ini merupakan perang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di berbagai pasukan militer. Dalam keadaan "perang total", negara-negara besar memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya untuk keperluan perang, sehingga menghapus perbedaan antara sumber daya sipil dan militer. Ditandai oleh sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal warga sipil, termasuk Holocaust dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.
Kekaisaran Jepang berusaha mendominasi Asia Timur dan sudah memulai perang dengan Republik Tiongkok pada tahun 1937, tetapi perang dunia secara umum pecah pada tanggal 1 September 1939 dengan invasi ke Polandia oleh Jerman yang diikuti serangkaian pernyataan perang terhadap Jerman oleh Perancis dan Britania. Sejak akhir 1939 hingga awal 1941, dalam serangkaian kampanye dan perjanjian, Jerman membentuk aliansi Poros bersama Italia, menguasai atau menaklukkan sebagian besar benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–Ribbentrop, Jerman dan Uni Soviet berpisah dan menganeksasi wilayah negara-negara tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium dan Persemakmurannya, menjadi satu-satunya kekuatan besar Sekutu yang terus berperang melawan blok Poros, dengan mengadakan pertempuran di Afrika Utara dan Pertempuran Atlantik. Bulan Juni 1941, Poros Eropa melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang menandakan terbukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah, yang melibatkan sebagian besar pasukan militer Poros sampai akhir perang. Pada bulan Desember 1941, Jepang bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di Samudra Pasifik, dan dengan cepat menguasai sebagian besar Pasifik Barat.

Searah jarum jam dari kiri atas: Pasukan Tiongkok pada Pertempuran Wanjialing, Meriam 25-pounder Australia pada Pertempuran El Alamein Pertama, pesawat pengebom Stuka Jerman di Front Timur musim dingin 1943–1944, pasukan AL Amerika Serikat di Teluk Lingayen, Wilhelm Keitel menandatangani Instrumen Penyerahan Diri Jerman, tentara Soviet pada Pertempuran Stalingrad
Serbuan Poros berhenti pada tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam berbagai pertempuran laut dan tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara dan Stalingrad. Pada tahun 1943, melalui serangkaian kekalahan Jerman di Eropa Timur, invasi Sekutu ke Italia, dan kemenangan Amerika Serikat di Pasifik, Poros kehilangan inisiatif mereka dan mundur secara strategis di semua front. Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Perancis, sementara Uni Soviet merebut kembali semua teritori yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta sekutunya. Perang di Eropa berakhir dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan Polandia dan penyerahan tanpa syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan 1945, Amerika Serikat mengalahkan Angkatan Laut Jepang dan menduduki beberapa pulau di Pasifik Barat, menjatuhkan bom atom di negara itu menjelang invasi ke Kepulauan Jepang. Uni Soviet kemudian mengikuti melalui negosiasi dengan menyatakan perang terhadap Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, sehingga mengakhiri perang di Asia dan memperkuat kemenangan total Sekutu atas Poros.
Perang Dunia II mengubah haluan politik dan struktur sosial dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan untuk memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-konflik yang akan datang. Para kekuatan besar yang merupakan pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Tiongkok, Britania Raya, dan Perancis—menjadi anggota tetapDewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Uni Soviet dan Amerika Serikat muncul sebagai kekuatan super yang saling bersaing dan mendirikan panggung Perang Dunia yang kelak bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan besar Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Kebanyakan negara yang industrinya terkena dampak buruk mulai menjalani pemulihan ekonomi. Integrasi politik, khususnya di Eropa, muncul sebagai upaya untuk menstabilkan hubungan pascaperang.
Perang Dingin
Pada tahun 1980-an, Amerika Serikat kembali meningkatkan tekanan diplomatik, militer, dan ekonomi terhadap Uni Soviet di saat negara komunis itu sedang menderita stagnasi perekonomian. Pada pertengahan 1980-an, Presiden Soviet yang baru, Mikhail Gorbachev, memperkenalkan kebijakan reformasi liberalisasi perestroika ("rekonstruksi, reorganisasi", 1987) dan glasnost ("keterbukaan", ca. 1985). Kebijakan ini menyebabkan Soviet dan negara-negara satelitnya dilanda oleh gelombang revolusi damai yang berakhir dengan runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, dan pada akhirnya menyisakan Amerika Serikat sebagai satu-satunya kekuatan militer yang dominan di dunia. Perang Dingin dan berbagai peristiwa yang menyertainya telah menimbulkan dampak besar terhadap dunia dan sering disebutkan dalam budaya populer, khususnya dalam media yang menampilkan tema spionase dan ancaman perang nuklir.
Perang Dingin (bahasa Inggris: Cold War, bahasa Rusia: холо́дная война́, kholodnaya voyna, 1947–1991) adalah sebutan bagi suatu periode terjadinya ketegangan politik dan militer antara Dunia Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya, dengan Dunia Komunis, yang dipimpin oleh Uni Soviet beserta sekutu negara-negara satelitnya. Peristiwa ini dimulai setelah keberhasilan Sekutu dalam mengalahkan Jerman Nazi di Perang Dunia II, yang kemudian menyisakan Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai dua negara adidaya di dunia dengan perbedaan ideologi, ekonomi, dan militer yang besar. Uni Soviet, bersama dengan negara-negara di Eropa Timur yang didudukinya, membentuk Blok Timur. Proses pemulihan pasca-perang di Eropa Barat difasilitasi oleh program Rencana Marshall Amerika Serikat, dan untuk menandinginya, Uni Soviet kemudian juga membentuk COMECON bersama sekutu Timurnya. Amerika Serikat membentuk aliansi militer NATO pada tahun 1949, sedangkan Uni Soviet juga membentuk Pakta Warsawa pada tahun 1955. Beberapa negara memilih untuk memihak salah satu dari dua negara adidaya ini, sedangkan yang lainnya memilih untuk tetap netral dengan mendirikan Gerakan Non-Blok
Peristiwa ini dinamakan Perang Dingin karena kedua belah pihak tidak pernah terlibat dalam aksi militer secara langsung, namun masing-masing pihak memiliki senjata nuklir yang dapat menyebabkan kehancuran besar. Perang Dingin juga mengakibatkan ketegangan tinggi yang pada akhirnya memicu konflik militer regional seperti Blokade Berlin (1948–1949), Perang Korea (1950–1953), Krisis Suez (1956), Krisis Berlin 1961, Krisis Rudal Kuba (1962), Perang Vietnam (1959–1975), Perang Yom Kippur (1973), Perang Afganistan (1979–1989), dan penembakan Korean Air Penerbangan 007 oleh Soviet (1983). Alih-alih terlibat dalam konflik secara langsung, kedua belah pihak berkompetisi melalui koalisi militer, penyebaran ideologi dan pengaruh, memberikan bantuan kepada negara klien, spionase, kampanye propaganda secara besar-besaran, perlombaan nuklir, menarik negara-negara netral, bersaing di ajang olahraga internasional, dan kompetisi teknologi seperti Perlombaan Angkasa. AS dan Uni Soviet juga bersaing dalam berbagai perang proksi; di Amerika Latin dan Asia Tenggara, Uni Soviet membantu revolusi komunis yang ditentang oleh beberapa negara-negara Barat, Amerika Serikat berusaha untuk mencegahnya melalui pengiriman tentara dan peperangan. Dalam rangka meminimalkan risiko perang nuklir, kedua belah pihak sepakat melakukan pendekatan détente pada tahun 1970-an untuk meredakan ketegangan politik.


"Tiga Besar" di Konferensi Yalta: Winston Churchill, Franklin D. Roosevelt dan Joseph Stalin, 1945.
Winston Churchill, Harry S. Truman dan Joseph Stalin di Konferensi Potsdam, 1945.
Perang Korea
Perang Korea (bahasa Korea: 한국전쟁) adalah sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan yang terjadi sejak 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953. Perang ini juga disebut "perang yang dimandatkan" (bahasa Inggris: proxy war) antara Amerika Serikat bersama sekutu PBB-nya dengan komunis Republik Rakyat Tiongkok yang bekerjasama dengan Uni Soviet (juga anggota PBB). Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan adalah Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya, meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB. Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang menyediakan penasihat perang, pilot pesawat, dan juga persenjataan untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara.
Di Amerika Serikat, perang ini secara resmi dideskripsikan sebagai aksi polisional karena tidak adanya deklarasi perang resmi dari Kongres AS. Dalam bahasa sehari-hari, perang ini juga sering disebut "perang yang terlupakan" atau "perang yang tidak diketahui", karena dianggap sebagai urusan PBB yang berakhir dengan kebuntuan (stalemate), sedikitnya korban dari pihak AS, dan kurang jelasnya isu-isu penyebab perang ini bila dibandingkan dengan Perang Vietnam dan Perang Dunia II.
Di Korea Selatan, perang ini biasa disebut sebagai Perang 6-2-5 (yuk-i-o jeonjaeng) yang mencerminkan tanggal dimulainya perang pada 25 Juni. Sementara itu, di Korea Utara, perang ini secara resmi disebut choguk haebang chǒnjaeng ("perang pembebasan tanah air"). Perang Korea juga disebut Chosǒn chǒnjaeng ("Perang Joseon", Joseon adalah sebutan Korea Utara untuk tanah Korea).
Perang Korea secara resmi disebut Chao Xian Zhan Zheng (Perang Korea) di Republik Rakyat Tiongkok. Kata "Chao Xian" merujuk ke Korea pada umumnya, dan secara resmi Korea Utara.
Istilah Perang Korea juga dapat menyatakan pertempuran sebelum invasi maupun setelah gencatan senjata dilakukan.

Marinir Amerika Serikat menyerbu pantai di Incheon.

Jenderal MacArthur, UN Command CiC (duduk), mengamati penembakan laut di Incheon dari USS Mt. McKinley, 15 September 1950.
Perang Vietnam
Perang Vietnam, juga disebut Perang Indocina Kedua, adalah sebuah perang yang terjadi antara 1957 dan 1975 di Vietnam. Perang ini merupakan bagian dari Perang Dingin antara dua kubu ideologi besar, yakni Komunis dan SEATO.
Dua kubu yang saling berperang adalah Republik Vietnam (Vietnam Selatan) dan Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara). Amerika Serikat, Korea Selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru dan Filipina (yang bantuan militer oleh Taiwan dan Spanyol) bersekutu dengan Vietnam Selatan, sedangkan Uni Soviet, Tiongkok, Korea Utara, Mongolia dan Kuba mendukung Vietnam Utara yang berideologi komunis.
Jumlah korban yang meninggal diperkirakan lebih dari 280.000 jiwa di pihak Vietnam Selatan dan lebih dari 1.000.000 jiwa di pihak Vietnam Utara.
Perang ini mengakibatkan eksodus besar-besaran warga Vietnam ke negara lain, terutamanya Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Barat lainnya, sehingga di negara-negara tersebut bisa ditemukan komunitas Vietnam yang cukup besar.
Setelah berakhirnya perang ini, kedua Vietnam tersebut pun bersatu pada tahun 1976 dan Vietnam menjadi negara komunis.
Salah satu korban paling terkenal dari Perang Vietnam ini adalah Kim Phuc
Berbagai nama telah digunakan untuk konflik ini. Perang Vietnam adalah yang paling sering digunakan, terutama dalam bahasa Inggris. Perang ini juga dikenal sebagai Perang Indochina Kedua dan Konflik Vietnam.
Karena di Indochina sudah pernah terjadi beberapa konflik, konflik tertentu ini disebut dengan nama protagonis utama untuk membedakannya dari nama lain. Dalam bahasa Vietnam, perang ini umumnya dikenal sebagai Kháng chiến chống Mỹ (Perang Perlawanan Terhadap Amerika). Perang ini juga dikenal engan nama Chiến tranh Việt Nam (Perang Vietnam).
Organisasi militer utama yang terlibat dalam perang, di satu sisi, Tentara Republik Vietnam (ARVN) dan militer AS, dan di sisi lain, Tentara Rakyat Vietnam (PAVN) (lebih umum dikenal dengan Tentara Vietnam Utara, atau NVA, dalam sumber-sumber berbahasa Inggris), dan Front Nasional untuk Pembebasan Vietnam Selatan (NLF, lebih dikenal sebagai Viet Cong dalam sumber bahasa Inggris), pasukan gerilya komunis Vietnam Selatan.

Searah jarum jam, dari kiri atas: Operasi tempur AS di Ia Drang, pasukan Ranger ARVN mempertahankan Saigon selama serangan Tet pada tahun 1968, dua A-4C Skyhawks setelah insiden Teluk Tonkin, pasukan ARVN kembali merebut Quảng Trị selama serangan Paskah tahun 1972, warga sipil melarikan diri dari pertempuran Quảng Trị 1972, dan pemakaman 300 korban pembantaian Huế.

Ho Chi Minh bersama dengan pelaut Jerman Timur di pelabuhan Stralsund, 1957
Perang Pasifik
Perang Pasifik atau Perang Asia Pasifik, atau yang dikenal di Jepang dengan nama Perang Asia Timur Raya (Greater East Asia War (大東亜戦争 Dai Tō-A Sensō?)) adalah perang yang terjadi di Samudra Pasifik, pulau-pulaunya, dan di Asia. Konflik ini terjadi antara tahun 1937 dan 1945, namun peristiwa-peristiwa yang lebih penting terjadi setelah 7 Desember 1941, ketika Jepang menyerang Amerika Serikat serta wilayah-wilayah yang dikuasai Britania Raya dan banyak negara lain serta yang dikuasai oleh sekutu.
Perang ini dimulai lebih awal dari Perang Dunia II yaitu pada tanggal 8 Juli 1937 oleh sebuah insiden yang disebut Insiden Jembatan Marco Polo Peristiwa tersebut menyulut peperangan antara Tiongkok dengan Jepang.Konflik antara Jepang dan Tiongkok dan beberapa dari peristiwa dan serangannya yang penting juga merupakan bagian dari perang tersebut. Perang ini terjadi antara pihak Sentral diantaranya Jepang, Jerman Nazi, dan Italia dengan pihak Sekutu (termasuk Tiongkok), Amerika Serikat, Britania Raya, Filipina, Australia, Belanda dan Selandia Baru. Uni Soviet berhasil memukul mundur Jepang pada 1939, dan tetap netral hingga 1945, saat ia memainkan pernanan penting di pihak Sekutu pada masa-masa akhir perang.
Setelah dijajah pada tahun 1941, Thailand dipaksa bergabung dengan pihak Jepang. Jerman Nazi dan Italia yang juga merupakan sekutu Jepang, mengeoperasikan armada Angkatan Laut mereka di Samudra Pasifik dan Hindia antara tahun 1940 dan 1945.
Antara tahun 1942 dan 1945, terdapat 4 wilayah otorita Sekutu yang berperang melawan Jepang: Tiongkok, wilayah Samudra Pasifik, Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat Daya.
Perang Pasifik berakhir pada 15 Agustus 1945 dan perjanjian menyerahnya Jepang ditandatangani oleh wakil dari sekutu yaitu Jendral Douglas McArthur dan Jepang diwakili oleh Mamoru Shigemitsu di atas kapal USS Missouri.

Pesawat Amerika Serikat terbang di atas kapal perang Jepang, Mikuma, yang terbakar.
Berikut ini adalah beberapa akibat dari Perang Asia Pasifik yang terjadi antara tahun 1937 sampai 1945 ini:
-
Kekalahan Jepang membuatnya kehilangan wilayah jajahannya seperti Manchuria, Korea, Asia Tenggara dan daerah mandat di kepulauan Pasifik yang diberikan pada akhir Perang Dunia I.
-
Beberapa negara yang sebelumnya dijajah oleh negara-negara Eropa berhasil memperoleh kemerdekaan seperti Indonesia.
-
Kaisar Jepang kehilangan statusnya sebagai dewa. Amerika Serikat sebagai pemenang perang di Pasifik tidak ingin mengadili Hirohito, kaisar Jepang saat itu. Amerika Serikat membutuhkan daerah penyangga (buffer) untuk menahan arus pengaruh komunisme karena Rusia sudah mencapai kawasan timur Asia.
-
Jepang tidak diperbolehkan mempunyai angkatan perang, kecuali pasukan pembela diri.
Perang Rusia - Jepang
Perang Rusia-Jepang (10 Februari 1904 – 5 September 1905) adalah konflik yang sangat berdarah yang tumbuh dari persaingan antara ambisi imperialis Rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Peperangan ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Arthur dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, berbagai negara Barat bersaingan memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur sementara Jepang berjuang untuk menjadi sebuah negara modern yang besar. Lokasi Jepang mendorongnya untuk memusatkan perhatian pada Dinasti Choson Korea dan Dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membuat negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang untuk menduduki Korea menyebabkan pecahnya Perang Tiongkok-Jepang.
Manchuria Raya, Manchuria Rusia (di bagian luar) adalah wilayah di kanan atas dengan warna merah muda; Jazirah Liaodong adalah bagian yang menjorok ke Laut Kuning
Kekalahan yang dialami Tiongkok dalam perang itu menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering disebut Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Ketiga Perancis ) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang untuk menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Angkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.
Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkannya dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan pernyataan perang pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, seringkali dikatakan bahwa ini adalah salah satu contoh betapa Jepang suka melakukan serangan mendadak.

Perang Salib
Perang Salib (bahasa Latin: Expeditio Sacra, "Jelajah Suci") adalah serangkaian perang agama yang direstui Gereja Latin pada Abad Pertengahan. Perang Salib yang paling umum diketahui adalah kampanye-kampanye militer di kawasan timur Laut Tengah yang bertujuan membebaskan Tanah Suci dari penjajahan Islam, namun istilah "Perang Salib" juga digunakan sebagai sebutan bagi kampanye-kampanye militer lainnya yang direstui Gereja. Perang Salib dikobarkan dengan berbagai alasan, baik untuk memberantas penyembahan berhala dan ajaran sesat, untuk menyelesaikan pertikaian di antara pihak-pihak yang sama-sama beragama Kristen Katolik, maupun demi pencapaian maksud-maksud politik dan penguasaan wilayah. Ketika pertama kali berkobar, perang-perang semacam ini belum disebut "Perang Salib". Istilah "Perang Salib" baru mengemuka sekitar tahun 1760.
Pada 1095, Paus Urbanus II menyeru dunia Kristen untuk mengobarkan Perang Salib Pertama dalam khotbahnya pada penyelenggaraan Konsili Clermont. Ia mengimbau para hadirin untuk mengerahkan kekuatan militer demi membantu Kekaisaran Bizantium dan Kaisarnya, Aleksios I, yang memerlukan kekuatan tambahan dalam menghadapi orang-orang Turki yang telah bermigrasi ke barat dan telah menjajah Anatolia. Salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh Sri Paus adalah terjaminnya keleluasaan dan keamanan bagi para peziarah Kristen untuk menyiarahi tempat-tempat suci agama Kristen di kawasan timur Laut Tengah yang telah diduduki kaum Muslim, namun para pakar tidak sependapat mengenai apakah jaminan akses bagi para peziarah ini adalah motif utama dari Sri Paus sendiri ataukah motif utama dari pihak-pihak yang menanggapi seruannya. Mungkin saja Sri Paus sebenarnya bermaksud untuk mempersatukan kembali belahan Timur dan belahan Barat Dunia Kristen yang terpisah semenjak peristiwa Skisma Timur-Barat pada 1054, serta menjadikan dirinya sendiri sebagai kepala segenap Gereja. Kemenangan awal yang diraih bala tentara Kristen dalam Perang Salib menghasilkan pendirian empat Negara Tentara Salib yang pertama di kawasan timur Laut Tengah, yakni Kabupaten Edessa, Kepangeranan Antiokhia, Kerajaan Yerusalem, dan Kabupaten Tripoli. Tanggapan yang menggebu-gebu terhadap seruan Paus Urbanus dari seluruh kalangan masyarakat Eropa Barat menjadi preseden bagi perang-perang Salib selanjutnya. Para sukarelawan menjadi Tentara Salib dengan mengikrarkan kaul di muka umum dan menerima indulgensi paripurna dari Gereja. Sebagian sukarelawan berharap akan diangkat beramai-ramai ke surga dari Yerusalem atau beroleh ampunan dari Allah atas segala dosanya. Sukarelawan yang lain ikut serta menjadi Tentara Salib demi menunaikan kewajiban feodal, demi kemuliaan dan kehormatan, atau demi keuntungan ekonomi dan politik.
Upaya dua abad untuk membebaskan Tanah Suci dari penjajahan kaum Muslim berakhir dengan kegagalan. Sesudah Perang Salib Pertama, masih ada lagi enam Perang Salib besar dan banyak Perang Salib yang kurang penting. Setelah benteng-benteng terdepan Kristen Katolik yang terakhir ditaklukkan pada 1291, tidak ada lagi Perang Salib, tetapi keuntungan yang berhasil dikumpulkan bertahan lebih lama di kawasan utara dan barat Eropa. Perang Salib Wendi dan perang-perang Salib yang dikobarkan oleh Uskup Agung Bremen berhasil mempersatukan seluruh kawasan timur laut Semenanjung Baltik serta suku-suku di Mecklenburg dan Lausitz di bawah kendali pihak Kristen Katolik pada penghujung abad ke-12. Pada permulaan abad ke-13, Tarekat Kesatria Teuton mendirikan sebuah Negara Tentara Salib di Prusia, dan monarki Perancis memanfaatkan Perang Salib Albigensia untuk memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Laut Tengah. Sepak terjang Kesultanan Turki-Osmanli pada penghujung abad ke-14 ditanggapi pihak Kristen Katolik dengan perang-perang Salib yang berakhir dengan kekalahan bala tentaranya di Nikopolis pada 1396 dan di Varna pada 1444. Eropa di bawah kendali pihak Kristen Katolik terpuruk dalam keadaan kacau-balau, dan babak terakhir dalam perseteruan Kristen–Islam ditandai oleh dua peristiwa yang menggetarkan: jatuhnya Konstantinopel ke tangan Kesultanan Turki-Osmanli pada 1453, dan kemenangan akhir Spanyol atas bangsa Moro dengan takluknya Granada pada 1492. Gagasan Perang Salib terus hidup, sekurang-kurangnya dalam wujud Tarekat Kesatria Hospitalis, sampai akhir abad ke-18, namun tumpuan minat orang Eropa Barat telah beralih ke Dunia Baru.
Para sejarawan modern berbeda pendapat perihal Tentara Salib. Bagi sebagian sejarawan, sepak terjang bala Tentara Salib tidaklah sejalan dengan tujuan mulia yang semula didengung-dengungkan, dan tidak selaras dengan sikap lembaga kepausan selaku pandu akhlak Dunia Kristen, sebagaimana yang dibuktikan oleh kenyataan bahwa Sri Paus adakalanya menjatuhkan hukuman pengucilan terhadap para Tentara Salib. Bala Tentara Salib dalam pergerakannya seringkali melakukan aksi penjarahan, dan pada umumnya panglima-panglima Tentara Salib bertahan menguasai wilayah yang telah berhasil direbut, alih-alih mengembalikannya kepada Kekaisaran Bizantin. Selama berkobarnya Perang Salib Rakyat, ribuan orang Yahudi tewas terbunuh dalam aksi kejam yang kini disebut sebagai Peristiwa Pembantaian Rheinland. Konstantinopel dijarah habis-habisan selama Perang Salib Keempat. Meskipun demikian, Perang Salib berdampak besar bagi peradaban Dunia Barat: perang-perang ini membuka kembali perairan Laut Tengah bagi kegiatan niaga dan pelayaran (memungkinkan berkembangnya Genova dan Venesia); memadu jati diri kolektif Gereja Latin di bawah kepemimpinan Sri Paus; serta menjadi sumber kisah-kisah kepahlawanan, sikap kesatria, dan kesalehan yang menjiwai roman, filsafat, dan sastra Abad Pertengahan. Perang Salib juga memperkukuh pertalian antara Dunia Kristen Barat, feodalisme, dan militerisme.


Pertempuran Perang Salib Kedua (ilustrasi dalam naskah Histoire d'Outremer karya Wilelmus dari Tirus, 1337)
Peta Mediterania Timur pada tahun 1135, memperlihatkan wilayah yang dikuasai tentara salib dan daerah sekitarnya.
Perang Enam Hari / Perang Arab - Israel
Perang Enam Hari (bahasa Ibrani: מלחמת ששת הימים Milkhemet Sheshet HaYamim, bahasa Arab: حرب الأيام الستة ħarb al-'ayyam as-sittah), juga dikenali sebagai Perang Arab-Israel 1967, merupakan peperangan antara Israel menghadapi gabungan tiga negara Arab, yaitu Mesir, Yordania, dan Suriah, dan ketiganya juga mendapatkan bantuan aktif dari Irak, Kuwait, Arab Saudi, Sudan dan Aljazair. Perang tersebut berlangsung selama 132 jam 30 menit (kurang dari enam hari), hanya di front Suriah saja perang berlangsung enam hari penuh.
Pada bulan Mei tahun 1967, Mesir mengusir United Nations Emergency Force (UNEF) dari Semenanjung Sinai; ketika itu UNEF telah berpatroli di sana sejak tahun 1957 (yang disebabkan oleh invasi atas Semenanjung Sinai oleh Israel tahun 1956). Mesir mempersiapkan 1.000 tank dan 100.000 pasukan di perbatasan dan memblokade Selat Tiran (pintu masuk menuju Teluk Aqaba) terhadap kapal Israel dan memanggil negara-negara Arab lainnya untuk bersatu melawan Israel. Pada tanggal 5 Juni 1967, Israel melancarkan serangan terhadap pangkalan angkatan udara Mesir karena takut akan terjadinya invasi oleh Mesir. Yordania lalu menyerang Yerusalem Barat dan Netanya. Pada akhir perang, Israel merebut Yerusalem Timur, Jalur Gaza, Semenanjung Sinai, Tepi Barat, dan Dataran Tinggi Golan. Hasil dari perang ini memengaruhi geopolitik kawasan Timur Tengah sampai hari ini.
Perang ini disebabkan oleh ketidakpuasan orang Arab atas kekalahannya dalam Perang Arab-Israel tahun 1948 dan 1956. Pada saat terjadinya Krisis Suez tahun 1956, walaupun Mesir kalah, namun mereka menang dalam hal politik. Tekanan diplomatik dari Amerika Serikat dan Uni Soviet memaksa Israel untuk mundur dari Semenanjung Sinai. Setelah perang tahun 1956, Mesir setuju atas keberadaan pasukan perdamaian PBB di Sinai, UNEF, untuk memastikan kawasan tersebut bebas tentara dan juga menghalangi gerilyawan yang akan menyebrang ke Israel, sehingga perdamaian antara Mesir dan Israel terwujud untuk sesaat.
Perang tahun 1956 menyebabkan kembalinya keseimbangan yang tidak pasti, karena tidak ada penyelesaian atau resolusi tetap mengenai masalah-masalah di wilayah itu. Pada masa itu, tidak ada negara-negara Arab yang mengakui kedaulatan Israel. Suriah yang bersekutu dengan blok Soviet mulai mengirim gerilyawan ke Israel pada awal tahun 1960-an sebagai bagian dari "perang pembebasan rakyat", dalam rangka untuk mencegah perlawanan domestik terhadap partai Ba'ath. Selain itu, negara-negara Arab juga mendorong gerilyawan Palestina menyerang sasaran-sasaran Israel.


Tentara Angkatan Pertahanan Israel di Tembok BaratYerusalem tidak lama setelah merebutnya.
Nasser (Mesir), didukung oleh negara-negara Arab lainnya dengan tegas menendang Israel masuk ke laut. Gambar pra 1967. Surat kabar Al-Farida, Libanon.
Perang Troya
Dalam mitologi Yunani, Perang Troya, penyerbuan terhadap kota Troya yang terletak di Asia Kecil, oleh pasukan Akhaia (Yunani) Peristiwa ini terjadi karena Paris menculik Helene dari suaminya Menelaos, raja Sparta. Perang ini merupakan salah satu peristiwa terpenting dalam mitologi Yunani dan diceritakan di banyak karya sastra Yunani. Dua naskah kuno mengenai perang ini paling terkenal adalah Iliad dan Odisseia karya Homeros. Iliad mengisahkan bagian dari tahun terakhir pengepungan Troya, sedangkan Odisseiamenceritakan perjalanan pulang Odisseus, salah seorang pemimpin Akhaia. Bagian-bagian lain dari kisah ini diceritakan dalam suatu seri wiracarita yang hanya tersisa dalam bentuk fragmen-fragmen. Kisah perang ini menjadi bahan untuk kisah-kisah drama tragedi Yunani dan karya-karya sastra Yunani lainnya, dan juga untuk para penyair Romawi seperti Vergilius dan Ovidius.
Perang Troya berawal dari perselisihan antara dewi Athena, Hera, dan Aphrodite, setelah Eris, dewi perselisihan dan pertikaian, melemparkan sebuah apel emas, terkadang disebut Apel Perselisihan, yang bertuliskan "untuk yang tercantik." Zeus lalu mengirim para dewi itu kepada Paris, yang menentukan bahwa Aphrodite, sebagai "yang tercantik," yang berhak memperoleh apel itu. Sebagai balasannya, Aphrodite membuat Helene, wanita tercantik dan istri Menelaos, jatuh cinta kepada Paris, yang kemudian membawanya ke Troya. Akibat perbuatan Paris, Agamemnon, raja Mykenai dan saudara Menelaus, memimpin suatu ekspedisi pasukan Akhaia ke Troya dan mengepung kota itu selama sepuluh tahun. Setelah banyak pahlawan yang tewas, termasuk pejuang Akhaia Akhilles dan Aias, serta pejuang Troya Hektor dan Paris, kota itu akhirnya takluk akibat tipu muslihat melalui Kuda Troya. Pasukan Akhaia membantai semua orang Troya (kecuali sebagian perempuan dan anak-anak yang dijadikan budak) dan mencemarkan kuil-kuil, membuat para dewa murka. Beberapa orang Akhaia berhasil tiba dengan selamat di rumah mereka, dan banyak lainnya mendirikan koloni di tempat yang jauh. Bangsa Romawi di kemudian hari mengklaim sebagai keturunan Aineias, salah satu orang Troya, yang disebutkan memimpin sisa-sisa rakyat Troya yang selamat menuju Italia modern.
Orang Yunani kuno mempercayai Perang Troya sebagai peristiwa sejarah yang terjadi pada abad ke-13 atau 12 SM, dan meyakini bahwa Troya terletak di Turki modern di dekat Dardanelles. Pada masa modern, baik perang maupun kota Troya pada awalnya banyak dianggap bukan sebagai peristiwa sejarah. Akan tetapi pada tahun 1868, Arkeolog Jerman Heinrich Schliemann bertemu Frank Calvert, yang meyakinkan Schliemann bahwa Troya ada di Hissarlik dan Schliemann kemudian mengambil alih penggalian Calvert dengan properti milik Calvert[2]; klaim ini kini diterima oleh sebagian besar sejarawan. Tidak diketahui secara pasti apakah ada peristiwa sejarah di balik Perang Troya. Banyak sejarawan percaya bahwa terdapat fakta sejarah dalam kisah ini, meskipun ini dapat berarti bahwa kisah-kisah Homeros merupakan gabungan dari beragam pengepungan dan ekspedisi oleh bangsa Yunani Mykenai selama Zaman Perunggu. Mereka yang meyakini bahwa kisah Perang Troya berasal dari konflik sejarah tertentu biasanya menaruh waktu kejadiannya pada abad ke-12 atau 11 SM, sertingkali menggunakan penanggalan yang diberikan oleh Eratosthenes, 1194–1184 SM, yang kira-kira berkaitan dengan bukti arkeologis di Troya VIIa yang hancur terbakar.

Akhilles mengobati luka Patroklos
(Kylix berfigur merah Attika, sek. 500 SM)

Perang Yunani-Persia
Perang Yunani-Persia (disebut juga Perang Persia) adalah serangkaian konflik antara Kekaisaran Persia Akhemeniyahmelawan negara kota di Yunani kuno. Perang ini bermula pada tahun 499 SM dan berakhir pada tahun 449 SM. Bentrokan antara dunia Yunani yang secara politik terpecah-pecah melawan Kekaisaran Persia yang sangat besar sudah dimulai ketika Koresh yang Agung menaklukkan Ionia pada tahun 547 SM. Berusaha untuk mengendalikan kota-kota di Ionia, Persia menunjuk tiran untuk berkuasa di sana. Ini kemudian terbukti menjadi sumber masalah bagi Yunani dan Persia.
Pada tahun 499 SM, tiran di Miletos, yaitu Aristagoras, mulai melakukan ekspedisi untuk menaklukkan Pulau Naxos, dengan dukungan Persia; Namun, ekspedisi itu berakhir dengan kegagalan dan Aristagoras pun akhirnya dipecat. Aristagoras lalu menghasut kota-kota Yunani di Asia Kecil untuk memberontak melawan Persia. Ini adalah awal dari Pemberontakan Ionia, yang berlangsung sampai tahun 493 SM, dan dalam perkembangannya menyeret lebih banyak daerah di Asia Kecil ke dalam konflik. Aristagoras memperoleh bantuan militer dari Athena dan Eretria. Pada tahun 498 SM, pasukan Athena dan Eretria membakar ibu kota regional Persia di Asia Kecil, yaitu Kota Sardis. Kaisar Persia, Darius yang Agung marah dan bersumpah akan membalas Athena dan Eretria atas tindakan mereka. Pemberontakan terus berlanjut, dan kedua belah pihak menemui jalan buntu sepanjang 497–495 SM. Pada tahun 494 SM, Persia menyerang pusat pemberontakan di Miletos. Pada Pertempuran Lade, pasukan Ionia mengalami kekalahan telak dan pemberontakan pun berakhir, dan sisa-sisanya dibasmi pada tahun berikutnya.

Berusaha mengamankan kekaisarannya dari ancaman pemberontakan lainnya, dan juga dari campur tangan Yunani daratan, Darius akhirnya melancarkan serangan ke Yunani, untuk menghukum Athena dan Eretria atas pembakaran Sardis. Invasi pertama Persia ke Yunani dimulai pada tahun 492 SM, dengan Jenderal Persia, Mardonios, menaklukkan Thrakia dan Makedonia sebelum akhirnya pasukan Persia mengalami bencana dan terpaksa mengakhiri kampanyenya. Pada tahun 490 SM, pasukan kedua dikirim ke Yunani, kali ini melalui Laut Aigea, di bawah komando Datis dan Artaphernes. Ekspedisi ini berhasil menundukkan Kyklades, sebelum kemudian mengepung, menaklukkan, dan menghancurkan Eretria. Akan tetapi, ketika berusaha menyerang Athena, pasukan Persia dikalahkan secara telak oleh pasukan Athena pada Pertempuran Marathon, yang sekaligus menghentikan invasi pertama Persia. Darius kemudian menyusun rencana untuk kembali menyerang Yunani, namun dia terlebih dahulu meninggal pada tahun 486 SM, dan tanggung jawab penaklukan beralih kepada putranya, Xerxes I. Pada tahun 480 SM, Xerxes secara langsung memimpin invasi kedua Persia ke Yunani dengan pasukan yang sangat banyak. Kemenangan melawan 'Persekutuan' negara kota Yunani (dipimpin oleh Sparta dan Athena) pada Pertempuran Thermopylaemembuat Persia dapat menduduki sebagian besar Yunani. Akan tetapi, ketika berusaha menghancurkan armada laut Yunani, Persia malah mengalami kekalahan berat pada Pertempuran Salamis. Pada tahun berikutnya, persekutuan negara kota Yunani melancarkan serangan dan mengalahkan pasukan Persia pada Pertempuran Plataia, sekaligus mengakhiri invasi Persia di Yunani.
Persekutuan Yunani menindaklanjuti kesuksesan mereka dengan menghancurkan sisa-sisa armada Persia pada Pertempuran Mykale, sebelum kemudian mengusir garnisun Persia dari Sestos (479 SM) dan Byzantion (478 SM). Tindakan Jenderal Pausanias pada Pengepungan Byzantion menjauhkan banyak negara kota Yunani dari pihak Sparta, dan persekutuan anti-Persia kemudian dibentuk kembali dengan dipimpin oleh Athena, dalam persatuan yang disebut Liga Delos. Liga Delos terus melakukan kampanye melawan Persia selama tiga dekade berikutnya, dimulai dengan pengusiran sisa-sisa garnisun Persia dari Eropa. Dalam Pertempuran Eurymedon pada tahun 466 SM, Liga Delos meraih kemenangan ganda yang pada akhirnya membuat kota-kota di Ionia dapat merdeka. Akan tetapi, keterlibatan Liga Delos dalam pemberontakan Mesir (dari 460–454 SM) berujung pada kekalahan telak dan kampanye yang lebih lanjut harus ditunda. Liga Delos mengirim pasukan ke Siprus pada tahun 451 SM, dan setelah menariknya kembali, Perang Yunani-Persia pun benar-benar berakhir. Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa akhir bentrokan ditandai dengan perjanjian damai antara Athena dan Persia, yaitu pada Perdamaian Kallias.
Kejatuhan Konstantinopel
Kejatuhan Konstantinopel (bahasa Turki: İstanbul'un Fethi) adalah penaklukan ibu kota Kekaisaran Romawi Timur, yang terjadi setelah pengepungan sebelumnya, di bawah komando Sultan Utsmaniyah yang berumur 21 tahun, yaitu Muhammad al-Fatih, melawan tentara bertahan yang dikomandoi oleh Kaisar Bizantium Konstantinus XI. Pengepungan berlangsung dari Jumat, 6 April 1453- Selasa, 29 Mei 1453 (berdasarkan Kalender Julian), ketika kota itu ditaklukkan oleh Utsmaniyah.
Penaklukan Konstantinopel (dan dua wilayah pecahan lainnya segera setelah itu Bizantium) menandai berakhirnya Kekaisaran Romawi, sebuah negara yang telah berlangsung selama hampir 1.500 tahun, itu juga merupakan pukulan besar untuk Kristen. Intelektual Yunani dan non-Yunani Beberapa meninggalkan kota sebelum dan sesudah pengepungan, migrasi terutama ke Italia. Dikatakan bahwa mereka membantu penanda dimulainya Renaisans. Itu juga merupakan beberapa tanda akhir Abad Pertengahan oleh jatuhnya kota dan kekaisaran.

Pengepungan terakhir Konstantinopel, miniatur Perancis abad ke-15 kontemporer.
Peristiwa Kejatuhan Konstantinopel secara tidak langsung menjadi salah satu tonggak krusial dalam peradaban umat manusia yang berdampak luas (globalisasi). Diawali jalur perdagangan antara Eropa dan Asia yang terputus akibat monopoli Utsmaniyah, sehingga para saudagar di Eropa berusaha mencari cara lain untuk berdagang ke daratan Asia, yang kemudian memunculkan tokoh-tokoh penjelajah termasyhur semisal Vasco da Gama yang berhasil menemukan rute laut menuju Asia, ataupun Christopher Columbus yang mendarat di kepulauan Karibia dalam wilayah benua Amerika, meskipun Columbus menganggap bahwa ia mendarat di daratan India. Selain itu, penemuan benua Australia dan Antartika oleh kapal-kapal pelayar asal Britania Raya, serta penyebaran teknologi mesin, maupun adanya hegemoni kolonialisme bangsa-bangsa Eropa merupakan beberapa konsekuensi tidak langsung yang bermula dari Kejatuhan Konstantinopel sebagai pemicu periode transisi antara Era Pertengahan dengan Era Modern.
Perang Tiga Puluh Tahun
Perang Tiga Puluh Tahun adalah sebuah konflik yang terjadi antara tahun 1618 hingga 1648, khususnya di wilayah yang sekarang menjadi negara Jerman, dan melibatkan sebagian besar kekuatan-kekuatan di kawasan tersebut. Ada beberapa sebab mengapa perang ini terjadi. Meskipun tampak sebagai konflik keagamaan antara kaum Protestan dan Katolik, persaingan antara Dinasti Habsburg dan kekuatan lainnya juga merupakan salah satu motif penting terjadinya perang ini, hal ini dapat terlihat dari fakta kaum Katolik Perancis mendukung pihak Protestan, yang meningkatkan persaingan Perancis dan Habsburg. Perang mungkin hanya berlangsung tiga puluh tahun, tetapi konflik yang memicunya tetap berlanjut hingga waktu yang lama. Perang ini diakhir melalui Perjanjian Westfalen.
Perang Tiga Puluh Tahun dimulai sebagai perang agama, yang tumbuh dari perjuangan antara Katolik Roma Jerman dan para pemeluk Protestan. Hal ini berkembang menjadi sebuah kontes politik penguasa Habsburg di Kekaisaran Romawi Suci yang berusaha memperluas kendali mereka di Eropa, sementara sejumlah kekuatan lainnya seperti Swedia berusaha membatasinya. Perancis pada khususnya (meskipun juga kekuatan Katolik) khawatir dengan prospek hegemoni Habsburg di Eropa. Kepausan Spanyol dan sebagian besar pangeran Jerman bergabung dengan kelompok Katolik yang diperjuangkan oleh Habsburg Austria. Mereka ditentang oleh kekuatan Protestan Swedia dan Denmark, pangeran Jerman Protestan, dan Perancis Katolik (setelah 1635). Perang Tiga Puluh Tahun adalah konflik paling dahsyat di Eropa modern awal. Baik Austria-Jerman, maupun kawasan Eropa yang lebih luas, terlibat dalam perang yang bermula dari masa pemerintahan Kaisar Maximilian I, khususnya, semenjak Reformasi dan pemilihan Karl V, Raja Spanyol, ke tahta kekaisaran tahun 1519. Maximilian I memulai, dan Karl V melanjutkan kekuasaan Katolik yang membangkitkan ketakutan universalisme Habsburg yang tak terpadamkan, serta konflik normal Abad Pertengahan Jerman yang terancam akibat keragaman agama, juga mengacaukan sistem politiknya hingga sekitar tahun 1648. Klaim historis Perancis terhadap Kekaisaran Jerman, telah tertanam dalam jiwa Perancis dan bertahan dalam pemerintahan Louis XIV. Kehadiran Perancis, tidak bisa diabaikan. Periode ini juga menyaksikan asal mula dan perkembangan obsesi Perancis dengan Italia—yang bermula dari invasi pertama Italia pada tahun 1494 yang merupakan bahan dasar persaingan Perancis-Habsburg. Karl V merebut kembali Milan dari Perancis pada tahun 1535. Perancis secara efektif dikelilingi oleh wilayah Habsburg. Beberapa kawasan yang diklaimnya, di antaranya: Flanders, Artois, Franche-Comte dan Milan. Perancis juga berusaha untuk mempertahankan rute invasi utara-timur dan timur ke Perancis untuk menjaga hubungan dengan Swiss dan Venesia; serta rute menuju Italia tengah.

Lambang negara jerman

Patung potret Rudolf II dalam koleksi Balai Kota Antwerp, Belgia.
Perang Revolusi Amerika Serikat
Perang Revolusi Amerika Serikat (1775–1783), Perang Kemerdekaan Amerika Serikat, atau Perang Revolusi saja di Amerika Serikat, berawal sebagai sebuah perang antara Kerajaan Britania Raya dan Amerika Serikat yang baru berdiri, namun perlahan menjadi perang global antara Britania di satu sisi dan Amerika Serikat, Perancis, Belanda, dan Spanyol di sisi lainnya. Perang ini dimenangkan oleh Amerika Serikat dengan hasil yang bercampur dengan kekuatan lainnya.
Perang ini merupakan akibat dari Revolusi Amerika Serikat. Para kolonis bangkit karena Undang-Undang Stempel 1765 yang dikeluarkan Parlemen Britania Raya tidak konstitusional. Parlemen Britania menegaskan bahwa mereka punya hak untuk memberlakukan pajak pada para kolonis. Kolonis mengklaim bahwa karena mereka penduduk Britania, perpajakan tanpa perwakilan rakyat dianggap ilegal. Kolonis Amerika Serikat membentuk Kongres Kontinental yang bersatu dan pemerintahan bayangan di setiap koloni, meski pada awalnya masih setia kepada Raja. Pemboikotan Amerika Serikat terhadap teh Britania yang terkena pajak mendorong terjadinya peristiwa Pesta Teh Boston tahun 1773, yang merupakan penghancuran muatan teh kapal Britania. London menanggapinya dengan mengakhiri pemerintahan mandiri di Massachusetts dan meletakkannya di bawah kendali pasukan Britania dengan Jenderal Thomas Gage sebagai gubernurnya. Pada bulan April 1775, Gage mengetahui bahwa persenjatan sedang dikumpulkan di Concord, dan ia mengirimkan tentara BRitania untuk merampas dan menghancurkannya. Milisi lokal melawan para tentara dan melakukan baku tembak (lihat Pertempuran Lexington dan Concord). Setelah berulang kali meminta raja Britania ikut campur dalam parlemen, semua keputusan damai berakhir ketika Kongres dicap pengkhianat melalui dekret raja, dan mereka menanggapinya dengan mendeklarasikan kemerdekaan sebuah bangsa berdaulat yang baru, Amerika Serikat, pada tanggal 4 Juli 1776. Kaum Loyalis Amerika Serikat menolak Deklarasi ini dan berpihak pada Raja; mereka diasingkan dari kekuasaan di mana-mana. Upaya Amerika Serikat untuk memperluas pemberontakan ini hingga Quebec dan Florida tidak berhasil.

Searah jarum jam dari kiri atas: Pertempuran Bunker Hill, Kematian Montgomery di Quebec, Pertempuran Cowpens, "Moonlight Battle"
Perancis, Spanyol, dan Republik Belanda diam-diam memberi persediaan, amunisi, dan senjata kepada kaum revolusioner dimulai tahun 1776. Pada Juni 1776, Amerika Serikat berhasil mengendalikan setiap negara bagian secara penuh, tetapi kemudian Angkatan Laut Kerajaan Britania menduduki New York City dan menjadikannya pangkalan utama mereka. Perang ini segera buntu. Angkatan Laut kerajaan dapat menduduki kota-kota pesisir lainnya dalam waktu singkat, tetapi pemberontak mengendalikan wilayah pedesaan yang dihuni 90 persen populasi AS. Strategi Britania bergantung pada mobilisasi milisi Loyalis dan tidak pernah terwujud. Serbuan Britania dari Kanada pada tahun 1777 berakhir dengan penaklukan pasukan Britania pada Pertempuran Saratoga. Kemenangan Amerika Serikat ini mendorong Perancis memasuki perang secara terbuka pada awal 1778, sehingga menyeimbangkan kekuatan militer kedua belah pihak. Spanyol dan Republik Belanda—sekutu Perancis—juga berperang dengan Britania selama empat tahun ebrikutnya, mengancam invasi ke Britania Raya dan menguji kekuatan militer Britania dengan serangkaian kampanye di Eropa. Keterlibatan Spanyol berujung pada penarikan pasukan Britania dari Florida Barat, sehingga mengamankan wilayah selatan Amerika Serikat. Kemenangan mutlak angkatan laut Britania pada Pertempuran Saintes menggagalkan rencana Perancis dan Spanyol untuk mengusir Britania dari Karibia, dan upaya gabungan Perancis-Spanyol untuk menduduki pertahanan Britania di Gibraltar juga berakhir dengan kekalahan yang sama.
Keterlibatan Perancis terbukti berhasil meski mahal, sehingga mengacaukan ekonomi Perancis dan mendorong negara ini ke jurang utang yang sangat besar. Kemenangan angkatan laut Perancis di Chesapeake berujung pada pengepungan oleh pasukan gabungan Perancis dan Kontinental yang memaksa pasukan Britania kedua menyerah di Yorktown, Virginia tahun 1781. Pertempuran terus berlanjut sepanjang tahun 1782, sementara perundingan perdamaian dimulai.
Pada tahun 1783, Traktat Paris mengakhiri perang dan mengakui kedaulatan Amerika Serikat atas teritori yang secara kasar dikelilingi oleh wilayah yang saat ini menjadi Kanada di utara, Florida di selatan, dan Sungai Mississippi di barat. Perdamaian dalam tingkat internasional disetujui yang diikuti serangkaian pertukaran teritori.
Perang Padri
Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di Sumatera Barat dan sekitarnya terutama di kawasan Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838. Perang ini merupakan peperangan yang pada awalnya akibat pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan melawan penjajahan.
Perang Padri dimulai dengan munculnya pertentangan sekelompok ulama yang dijuluki sebagai Kaum Padri terhadap kebiasaan-kebiasaan yang marak dilakukan oleh kalangan masyarakat yang disebut Kaum Adat di kawasan Kerajaan Pagaruyung dan sekitarnya. Kebiasaan yang dimaksud seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam. Tidak adanya kesepakatan dari Kaum Adat yang padahal telah memeluk Islam untuk meninggalkan kebiasaan tersebut memicu kemarahan Kaum Padri, sehingga pecahlah peperangan pada tahun 1803.
Hingga tahun 1833, perang ini dapat dikatakan sebagai perang saudara yang melibatkan sesama Minang dan Mandailing. Dalam peperangan ini, Kaum Padri dipimpin oleh Harimau Nan Salapan sedangkan Kaum Adat dipimpinan oleh Yang Dipertuan Pagaruyung waktu itu Sultan Arifin Muningsyah. Kaum Adat yang mulai terdesak, meminta bantuan kepada Belanda pada tahun 1821. Namun keterlibatan Belanda ini justru memperumit keadaan, sehingga sejak tahun 1833 Kaum Adat berbalik melawan Belanda dan bergabung bersama Kaum Padri, walaupun pada akhirnya peperangan ini dapat dimenangkan Belanda.
Perang Padri termasuk peperangan dengan rentang waktu yang cukup panjang, menguras harta dan mengorbankan jiwa raga. Perang ini selain meruntuhkan kekuasaan Kerajaan Pagaruyung, juga berdampak merosotnya perekonomian masyarakat sekitarnya dan memunculkan perpindahan masyarakat dari kawasan konflik.

Perang Padri

Tuanku Imam Bonjol, salah seorang pemimpin Perang Padri, yang diilustrasikan oleh de Stuers pada tahun 1820.
Perang Saudara Amerika Serikat
Perang Saudara Amerika Serikat (1861–1865), juga dikenal sebagai Perang Antar Negara Bagian , adalah sebuah perang saudara di Amerika Serikat. Sebelas negara bagian budak di Selatan mengumumkan pemisahan dari Amerika Serikat dan membentuk Konfederasi Amerika yang dikenal sebagai "Konfederasi". Dipimpin oleh Jefferson Davis, pihak Konfederasi memperjuangkan kemerdekaannya dari Amerika Serikat. Pemerintah federal Amerika Serikat (AS) didukung oleh dua puluh negara bagian, kebanyakan negara bagian bebas yang telah menghapus perbudakan dan lima negara bagian budak yang kelak dikenal sebagai negara bagian perbatasan. Keduapuluhlima negara bagian ini yang disebut sebagai Uni, memiliki basis populasi dan industri yang lebih besar ketimbang Selatan. Setelah empat tahun perang berdarah (kebanyakan di negara bagian Selatan), Konfederasi menyerah dan perbudakan dihapus di seluruh negara. Restorasi Serikat, dan Era Rekonstruksi yang mengikutinya, menghadapi masalah yang masih belum terselesaikan selama beberapa generasi selanjutnya.
Perang Saudara Amerika adalah menjadi salah satu perang pertama yang menunjukkan perang industri persenjataan dalam sejarah manusia. Pembuatan rel kereta, kapal-kapal uap, produksi senjata secara massal, dan berbagai macam alat militer lainnya dilakukan di mana-mana. Praktik perang total yang dikembangkan oleh Sherman di Georgia dan perang parit di sekitar Petersburg menjadi salah satu taktik yang digunakan dalam Perang Dunia I di Eropa.

Tembok Berlin
embok Berlin (bahasa Jerman: Berliner Mauer) adalah sebuah tembok pembatas terbuat dari beton yang dibangun oleh Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur) yang memisahkan Berlin Barat dan Berlin Timur serta daerah Jerman Timur lainnya sehingga membuat Berlin Barat sebuah enklave. Tembok ini mulai dibangun pada tanggal 13 Agustus 1961. Tembok pembatas ini juga dibarengi dengan pendirian menara penjaga yang dibangun sepanjang tembok ini, juga pendirian sebuah daerah terlarang, yang diisi dengan ranjau anti kendaraan. Blok Timur menyatakan bahwa tembok ini dibangun untuk melindungi para warganya dari elemen-elemen fasis yang dapat memicu gerakan-gerakan besar, sehingga mereka dapat membentuk pemerintahan komunis di Jerman Timur. Meski begitu, dalam praktiknya, ternyata tembok ini digunakan untuk mencegah semakin besar larinya penduduk Berlin Timur ke wilayah Berlin Barat, yang berada dalam wilayah Jerman Barat.
Oleh otoritas Jerman Timur, Tembok Berlin dikatakan sebagai "Benteng Proteksi Anti-Fasis" (bahasa Jerman: Antifaschistischer Schutzwall), yang menyatakan bahwa negara Jerman Barat belum sepenuhnya dide-nazifikasi. Pemerintah Kota Jerman Barat kadang-kadang mengatakan Tembok Berlin sebagai "Tembok Memalukan"—sebutan yang dicetuskan oleh Wali Kota Willy Brandt—untuk mengutuk tembok ini karena membatasi kebebasan bergerak. Bersamaan dengan Tembok Pembatas Antar Jerman yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur, kedua tembok pembatas ini menjadi simbol "Tirai Besi" yang memisahkan Eropa Barat dengan Blok Timur selama Perang Dingin.


Sebelum pembangunan tembok ini, ada sekitar 3,5 juta warga Jerman Timur yang bermigrasi dan membelot ke barat, salah satunya dengan melewati perbatasan Jerman Timur dan Jerman Barat, lalu kemudian mereka pun bisa pergi ke negara Eropa Barat lainnya. Antara tahun 1961 dan 1989, tembok ini pun mencegah hal itu. Di rentang waktu kira-kira 30 tahun ini, ada sekitar 5.000 orang yang mencoba kabur, dengan estimasi ada 100 sampai 200 orang yang meninggal karena ditembak.
Pada tahun 1989, ada perubahan politik radikal di kawasan Blok Timur, yang berhubungan dengan liberalisasi sistem otoritas di Blok Timur dan juga mulai berkurangnya pengaruh Uni Soviet di negara-negara seperti Polandia dan Hungaria. Setelah kerusuhan sipil selama beberapa minggu, pemerintah Jerman Timur mengumumkan tanggal 9 November 1989 bahwa rakyat Jerman Timur boleh pergi ke Jerman Barat dan Berlin Barat. Maka, kerumunan orang Jerman Timur pun menyeberangi dan memanjat tembok itu, diikuti pula dengan warga Jerman Barat di sisi lain untuk merayakan atmosfer kebebasan. Beberapa minggu setelahnya, euforia publik dan pemburu souvenir akhirnya meretakkan bagian-bagian tembok itu. Nantinya, sebagian besar tembok ini dihancurkan oleh pemerintah menggunakan alat berat. Kejatuhan dari Tembok Berlin membuka jalan terbentuknya Reunifikasi Jerman, 3 Oktober 1990.